Jumat, 19 Februari 2010

DETEKSI PENYAKIT DENGAN MENGENAL DIRI SENDIRI




Jika dokter dalam memberi pertolongan penyembuan berdasarkan perkiraan ilmiah akademis, sebelumnya diadakan penelitian yang mendalam, maka dijelaskan kepada publik, bahwa suatu penyakit dapat ditolong dengan obat-obatan tertentu atau belum diketemukan obatnya. Jadi ada semacam keterusterangan dalam memproses pengobatan pasiennya. Lain halnya pada pengobatan non-medis atau alaternatif, pasien diyakinkan akan tertolong dalam penyembuan. Berbeda lagi penyembuhan dengan jalan kembali ke fitrahnya, pasien harus yakin, bahwa penyakit tidak akan datang (sebagai teguran rabb-nya), bila manusia berjalan sesuai dengan fitrahnya, yakni memelihara ahlaknya.
Tampaklah, suatu penyakit yang diderita oleh seseorang adalah bukan sekedar keberadaan penyakit an-sich. Akan tetapi, perlu dikemukakan mengapa timbul penyakit itu sendiri. Diagnosa atau mencari tahu aktivitas (pasien) apa yang dilakukan sebelum terjangkit suatu penyakit, sangatlah diperlukan. Demikian pula keterusterangan (pasien) secara jujur kepada penganjur penyembuhan atau medis dalam mengungkap riwayat kehidupannya secara detail. Tentu jika berhadapan dengan medis, pasien akan bersikap biasa-biasa saja, jika ditanyakan tentang riwayat kehidupanya sebelum terjangkit penyakit. Lain halnya apabila penerapi dari non-medis mengungkap aktivitas pribadi yang prinsip, pasien akan keberatan mengungkap permasalahannya, kecuali bagi orang-orang yang sudah menganggap tiada jalan lain untuk kesembuhan, misalnya stroek berat, lumpuh berat, atau gagal ginjal atau sebangsanya, maka penderita akan ceritera dan mengakui, bahwa tahun-tahun sebelum terjangkit penyakit tersebut memang pernah melakukan perbuatan seperti apa yang diceriterakan dalam kisahnya. Padahal, mudah saja bagi Allah SWT memberi kesembuhan kepada setiap penderita suatu penyakit, asalkan manusia mau kembali kepada jalan fitrahnya, yaitu melaksanakan kemuliaan atas dirinya dan memuliakan kepada orang lain. Manusia lebih mulia daripada mahluk lainnya, seperti Malaikat, jin, dan hewan, serta langit dan bumi. Artinya, kemuliaan yang melekat kepada seseorang akan terus membungkus dalam kepribadiannya, sehingga jika seseorang telah mengalami penghinaan, perendahan martabat, penyiksaan, penganiayaan (pen-dzalim-an), maka tindakan tersebut bertantangan dangan fitrahnya. Disebutkan dalam tata pergaulan zaman sekarang adalah “hak asasi” yang melekat pada manusia, sehingga muncullah istilah “hak asasi manusia.”

Melalui terapi dan pendalaman ‘materi’ penyakit yang timbul, akan dapat dicarikan solusinya. Sungguh sangat menyinggung perasaan bagi pasien yang sudah menderita, tetapi solusi dalam penyembuhan penyakit demikian rupa, harus mengungkap prilaku dan mengetahui karakteristiknya, bukan berarti ingin mengungkit-ungkit masa silam yang penuh kejahiliahan (jika memang latar belakang pasien tersebut pernah berbuat seperti orang-orang yang hidup pada zaman Jahiliah atau primitif). Kalau untuk penyembuhan, apa boleh buat, karena dengan menyadari kekeliruan pasien pada masa silam dan mau mengubah hijrah dari kegelapan dzulumati menuju ke-Ilahiah-an, menuju jalan Allah SWT, ila nur, kembali ke fitrahnya, dengan bertaubat dan beramal shalih materi, zakat, infak, serta bersabar atas ujian (amanat) dari rabb-nya, insya Allah dapat solusi yang tepat. Sebut saja pasien masa silamnya memiliki tabiat buruk fujuraha, seperti: sering menyimpan dendam kepada: baik isteri, anak, dan ibunya atau kepada orang lain; gampang tersinggung, baik disimpan maupun bertindak tidak terpuji; maunya memberi nasihat (memaksakan) dan dianggapnya sebagai solusi yang paling tepat, tetapi orang lain tidak melaksanakannya; menggerutu; memancing-mancing kesalahan atau kemarahan orang lain; bertindak anarkhis, disengaja atau tidak, disadari atau tidak; memaksakan kehendak; ingin cepat selesai pekerjaannya, padahal mengetahui kemampuannya terbatas, berbicara membuat kemarahan orang lain atau ngodor; meremehkan atau merendahkan orang lain (sombong); tidak mendengarkan nasihat, masuk telinga kanan ke luar telinga kiri; memiliki keinginan yang tersimpan, tetapi sulit mengungkapkannya, ingin memecahkan masalah dengan kehendaknya, meskipun tidak dituruti oleh orang lain. Banyak sekali ditemui di masyarakat berbagai sifat yang berpotensi menjadi penyakit seperti di atas. Kalau diungkap keseluruhannya, tentu tidak akan selesai dalam satu buku. Sifat dan karakteristik dan tipikal manusia semacam di atas, dapat disebut sebagai penyakit rohani yang berdampak pada panyakit jasmani. Penyakit rohani hampir semua orang mengetahui, berasal dari hati qalbu seseorang, tetapi jarang diketahui, bahwa semua orang berpotensi mengindap penyakit tersebut, kalau tidak menjalankan perintah Allah SWT sesuai dengan fitrahnya, yaitu memilih di antara dua (fujuraha: penyakit dan taqwaha: sehat). Ketergelinciran seseorang ke fujuraha adalah manusiawi dengan karakteristiknya, yaitu: manusia sebagai mahluk yang tidak lepas dari kesalahan. Namun demikian, Allah SWT memberi peluang, agar setelah berbuat kesalahan cepat bertaubat, mohon ampun kepada-Nya. Taubat yang bersungguh-sungguh tawbatan nashuha akan menghapus dosa dan menghilangkan penyakit fujuraha, sehingga dikemudian hari tidak akan berpotensi memiliki penyakit-penyakit jasmaniah seperti disebutkan di atas.

Ada kasus-kasus yang terjadi di masyarakat yang cukup menarik disimak:

1. Penyakit Takkunjung Sembuh
Diceriterakan oleh seseorang atas pengakuannya, bahwa penderitaan yang cukup lama, bolak-balik berobat ke pengobatan modern, belum juga kujung sembuh. Hampir putus asa dalam menjalani terapi pengobatannya. Keputusasaan menjalani terapi ‘duniawi’ karena berbagai faktor, seperti dana semakin tidak mencukupi, malu, dan berbagai perasaan ketidakmampuan perasaan itu sendiri. Diberhentikan! Pasrah kepada Allah SWT tawakal dan berserah diri kepada-Nya dengan memperbanyak shalat malam, berdoa dll. Menurut pengakuannya, ada semacam keajaiban setelah berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan beberapa bulan kemudian badan terasa segar, sehat, dan hilang sakitnya, “berkat” shalat tahajut.

2. Stroek
Suatu ketika seseorang telah menderita penyakit yang cukup lama, berbagai pengobatan medis maupun tradisional dan orang pintar telah dilalui, namun stroek-nya belum kunjung sembuh. Datang kepada seurang ustadz yang sering menolong seseorang jika menderita sakit. Robongan keluarga pasien, terdiri atas isteri, beberapa orang anak dan cucunya menghadap kepada ustadz tadi. Sebelum dialog (terapi) dengan pasien, ditataplah pasien beberapa lama, kemudian diamati keluarga yang mengantarnya satu persatu, dari isteri, anak sampai kepada cucunya. Berkatalah ustadz tersebut kepada keluarga yang mengantar, “maaf, daripada bapak (pasien) ini ada yang mencoba membunuh pelan-pelan, bagaimana kalau kami bunuh saja sekaligus?” Sontak keluarganya berang bersahutan. “Bagaimana ustadz, kami ke sini untuk meminta tolong pengobati ayah, tetapi malah disuruh dibunuh?” Kalau begitu, kata ustadz tadi, izinkan saya berbicara berdua dengan pasien, silakan yang lain ke luar. Dialog dilakukan, akhirnya pasien mengakui ada persoalan yang mengganjal antara dia dengan salah seoranng anaknya. Ternyata salah seorang anaknya sudah menghabiskan dana orang tua dan selalu meminta modal usaha, tetapi selalu habis. Bapak (pasien) tersebut selalu menjadi pemikiran dan disimpan selama bertahun-tahun, tidak dapat mengatasi persoalan sendiri. Persoalan disimpan, tidak dimusyawarahkan, selalu menjadi pikiran, dan disesali, tetapi tidak dapat menolak permintaan.
Setelah diketahui persoalan yang menimpa pasiennya, dikumpulah keluarga pasien dan ditanya terus terang, “siapa di antara keluarga bapak yang selalu membuat repot dan memaksa bapak?” Lama berdiam, tengok kanan, tengok kiri, seolah-olah orang lain yang berbuat kesalahan. “Cepat katakan dan akui, untuk kesembuhan bapak?” Ujar ustadz tadi. Kalau tidak ada yang mengakui, maka penyakit bapak tidak akan sembuh. “Saya,” kata salah seorang anaknya. Cobalah mendekat ke bapak (di depannya), berlutut kepada bapak dan salaman, mohon ampun kepada Allah SWT (karena telah berbuat dosa) dan minta maaf kepada bapak dengan tulus ikhlas, karena Allah SWT.

Saat anak tersebut merangkul bapaknya, terdengarlah tangisan keluarga yang lain. Terasa haru dan kedamaian dalam keluarga tersebut. Beberapa hari setelah peristiwa itu, dengan izin Allah SWT bapaknya sembuh dari penyakit stroeknya.
Bila dipikirkan secara logika, apa hubungan penyakit stroek yang menahun dengan beban pikiran seseorang? Silakan temukan jawabannya sendiri.

3. Sakit Jiwa dan Tidak Mau Bicara
Seorang isteri yang bisa disebut sakit ingatan, tidak mau bicara, tidak mau mandi, dan tidak pula mengganti pakaiannya cukup lama, sampai dekil. Tampak dari raut wajahnya murung, rambutnya awut-awutan, gerangan apakah yang menyebabkan dia begitu sakit jiwa? Berbagai cara untuk menyembuhkannya telah dilakukan, tetapi hasilnya nihil. Melalui terapi seorang yang menggunakan metode “kembali kepada Pemilik penyakit dan Pemilik penyembuhannya,” maka pasien ditanya dengan bahasa batin. Tidak ada kata-kata dalam menjawabnya. Setelah diterapi tanpa ditemani oleh suaminya, pasien hanya mengisyaratkan dengan tangannya yang digerak-gerakan ke pipinya berulang-ulang. Disimpulkan, bahwa pasien telah menyimpan perasaan (jengkel) kepada suaminya yang selalu melakukan kekerasan dalam menangani persoalan rumah tangganya, sampai-sampai menempeleng, memukul kepadanya. Suaminya dalam menyelesaikan masalah selalu diakhiri dengan tindak kekerasan (KDKRT), Kasus kekerasan dalam rumah tangga. Perasaan jengkel yang dipendam terus-menerus tanpa dibicarakan dengan suaminya, karena takut atau hal lain, maka akan memanaskan urat syaraf dan memanaskan pula organ tubuh di kepala, terjadi penyumbatan pada salah satu urat syaraf motorik maupun urat syaraf lainnya yang menghambat aliran energi, sehingga penderita tersebut sulit (tidak mau) bicara, pendiam, tidak punya kemauan apa-apa, dan linglung. Setelah diketahui penyebabnya, suami diminta mengubah ahlak, sifat dan sikap, tidak mengulanginya lagi, serta mohon ampun kepada Allah SWT dan meminta maaf kepada isterinya, karena Allah SWT serta memperbanyak kasih sayang kepada keluarga, terutama isterinya dengan ikhlas, ternyata penyakit isterinya tersebut dapat disembuhkan tanpa mengkonsumsi obat apa pun. Tentu saja, obatnya yang ditelan adalah kembali kepada fitrah manusia, yaitu berjalan sesuai dengan takwaha. ..... baca artikel selanjutnya di postingan (halaman) yang lain ... lihat petunjuk di bawahnya, pilih judul.... Jika ingin menambah penghasilan, namun banyak kesibukkan atau tidak tahu jalan ke luarnya..... KLIK kotak di bawah ini, baca artikel dan seminar gratis lainnya. SELAMAT MENCOBA!!! Tidak disebut gagal, kalau belum melakukan cara bisnis di bawah ini!


















Tidak ada komentar: